Tuesday, August 25, 2009

Menggabungkan 2 kekuatan PUASA


Jika hari ini kita memiliki akhlak itu dalam peperangan melawan Israel, maka kita akan mampu mengalahkan mereka sekejap mata


Ibadah puasa yang diwajibkan Allah atas kaum muslimin, hakikatnya adalah penggabungan dua kekuatan tersebut. Puasa, dari tinjauan medis dapat menolak penyakit dan membunuh kuman. Dan dari tinjauan spiritual dan utama, adalah puasa memberi tiga kekuatan sekaligus. Tiga kekuatan yang menjadi modal seseorang mampu mengungguli berbagai situasi dalam hidup.

Pertama: Sabar

Di bulan Ramadhan, umat Islam merasakan lapar dan dahaga. Ia meninggalkan semua kenikmatan yang biasa ia lakukan di siang hari. Bukan lantaran takut dipenjara, disiksa atau didenda. Sabar terhadap semua kesenangan hati dan jiwa seperti ini, jauh lebih bermanfaat daripada sabar karena takut miskin, dihukum dan disiksa.

Tentara yang tidak belajar berpuasa pada hari-hari damai, mustahil sanggup bertahan ketika ia diblokade musuh-musuhnya dan kontak dengan komandannya terputus. Ini tidak berlaku bagi tentara Islam yang bisa bersabar menahan lapar dan haus selama sebulan. Lebih dari itu, ia bisa bersabar dari rokok, teh, dan kopi.

Aku saksikan dengan mata kepalaku, saat kami ditahan dalam perang kedua, bagaimana orang-orang yang tidak kenal apa itu puasa dan tidak terbiasa dengannya jauh tersungkur ke tanah saat tidak diberikan makanan berhari-hari. Sebaliknya orang-orang yang terbiasa puasa, mereka sanggup bersabar menahan lapar.

Bagi mereka, kelaparan adalah hal yang biasa dalam hidupnya. Mereka sanggup bersabar menahan lapar hingga membuat orang salut kepadanya.
Sabar terhadap musibah adalah kekuatan ruhani dan senjata paling canggih yang harus dimiliki setiap umat yang ingin berjuang meraih kemenangan. Dan sabar terhadap larangan termasuk unsur tepenting bagi pasukan perang untuk dapat mengalahkan musuhnya.

Kita semua tahu, masalah terbesar yang dihadapi para petinggi militer dewasa ini adalah perbekalan makanan untuk tentara dan perbekalan lainnya, plus hiburan bagi mereka jika bertugas dalam jangka waktu yang lama. Sering kita lihat tentara-tentara yang ditemani satu grup wanita pelacur yang bertugas untuk menemani mereka saat jeda perang.

Bandingkan dengan tentara Islam yang keluar untuk berperang selama sepuluh tahun. Komandan perangnya tidak menghadapi problem perbekalan tentara dan fasilitas hiburan untuk mereka.

Tentang perbekalan, tentara-tentara Islam adalah profil tentara yang tidak melihat kenikmatan ada dalam makanan dan minuman saja, tapi kenikmatan itu ketika mati syahid yang merupakan kunci masuk surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Bagi mereka, makanan hanya pengganjal perut dan penguat jasmani. Jika mereka mendapati daging dan susu, mereka tak memakannya hingga kekenyangan. Jika mereka mendapati kurma dan air, maka mereka tetap mau memakannya. Dan jika mereka tidak mendapatkan suplai makanan berhari-hari, menganggap dirinya berada dalam bulan Ramadhan.

Tentang hiburan, tentara Islam berada di puncak kekuatan spiritual, keheningan hati dan ketinggian akhlak. Hiburan hati dan jiwa mereka ada pada kenikmatan beribadah.

Demi Allah, mereka menguatkan hati dan meningkatkan semangat tempurnya dengan beribadah pada malam hari menjelang subuh. Mereka bangkit lagi dari tidurnya pada malam hari untuk bertahajjud, membaca Al-Qur’an dan mendalami ilmu agama sebelum Subuh. Di situ, mereka menemukan kekuatan spiritual dan ketenangan hati.

Itulah aktivitas mereka sepanjang hari setelah perang maha berat dan melelahkan. Pedang panjang, panah lurus dan kuda cekatan adalah senjata mereka menghadapi musuh, setiap hari dari subuh hingga maghrib. Usai shalat isya mereka beristirahat di bawah tenda dan beberapa jam kemudian mereka bangun untuk menghadap Allah. Mencari kesejukan hati dan bermunajat kepada Allah. Menyegarkan jiwa dengan dzikir kepada Allah dan membaca kitab-Nya.

Itulah yang mereka kerjakan. Itulah kunci kemenangan menakjubkan yang dicatat sejarah. Itu pula rahasia kekalahan tentara Romawi dan Persia ketika mental tempurnya menurun, jiwanya kosong dari sinar dan hampa dari semangat spiritual yang mulia. Begitu pulalah tentara Barat, mereka tidak bisa dijamin mampu berperang dalam jangka waktu yang lama jika tidak ada minuman keras di sampingnya, atau makanan dan minuman di ranselnya.

Kedua: Taat

Kaum muslimin berpuasa di bulan Ramadhan, meninggalkan makan, minum dan kebiasaan lainnya, karena mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini, mereka tidak peduli apakah ia akan sengsara dan menderita.

Cukup baginya, ia yakin Allah sebagai Tuhannya, Rosulullah sebagai nabi dan pemimpinnya. Ia berikrar di hadapan Allah bahwa ia masuk Islam untuk mendengar dan taat pada saat suka dan duka, kaya dan miskin. Dengan cara seperti itulah tentara Islam menjadi contoh teladan tentara yang taat sepanjang zaman.

Apakah khalid bin walid bisa menjadi profil yang ideal komandan perang yang diberikan dari jabatannya, ketika perang tengah berkecamuk dengan hebatnya. Tapi ia kemudian menyerahkan jabatannya kepada penggantinya dan menjadi tentara biasa.

Ia bahkan terus berperang dengan semangat tinggi, seperti ketika ia menjabat sebagai komandan. Ucapannya yang terkenal adalah, “Aku berperang karena Tuhannya Umar, bukan karena Umar.”

Apakah khalid bin Walid bisa melakukan itu, bila Islam tidak tertanam dalam hatinya? Apakah Khalid bin Walid mampu melakukan itu, andai jiwanya tak terwarnai puasa, shalat, dan ibadah lainnya?

Apa komentar Anda terhadap pasukan Usamah yang disiapkan Rasulullah menjelang wafatnya. Rasulullah menunjuk Usamah yang masih belasan tahun sebagai komandan perang membawahi tokoh-tokoh senior kaum Muhajirin dan Anshar, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Khalid.

Apa ucapan Anda terhadap ucapan Abu Bakar kepada Umar yang mengusulkan pengganian Usamah dengan sahabat yang senior dan kaya pengalaman, “Usamah diangkat sebagai komandan perang oleh Rasulullah. Pantaskah aku mencopot jabatan yang diberikan Rasulullah kepadanya?”

Apa komentar Anda terhadap ketaatan luar biasa terhadap wasiat Rasulullah saw? Bukankah semua itu hasil puasa dan tarbiyah (pembinan) puasa kepadsa mereka yang menanamkan akhlak taat kepada perintah komandannya? Ya, sejarah menjadi saksi akan hal ini.

Ketiga: Teratur

Di bulan Ramadhan, kaum muslimin makan, tidur, dan bangun dengan teratur. Masyarakat Islam di bulan Ramadhan adalah masyarakat teladan dalam keteraturan. Anggota masyarakatnya sama-sama merasakan lapar di siang hari, sama-sama menyiapkan diri berbuka puasa menjelang matahari terbenam, sama-sama berbuka puasa saat Maghrib tiba dan shalat Isya, tarawih dan Subuh dengan berjama’ah itulah keteraturan dan kedisiplinan yang tiada taranya dibanding umat-umat lain.

Keteraturan yang tidak membedakan orang tua dan anak kecil, orang berilmu dan yang awam, pemimpin dengan rakyatnya, orang kaya dan miskin.

Itulah akhlak utama yang dikaruniakan pada orang yang berpuasa; sabar, taat dan teratur. Pernahkan Anda melihat umat yang berakhlak dengan kekuatan spiritual ini kemudian kalah dari musuh-musuhnya? Pernahkah Anda lihat satu pasukan di mana personel tantaranya berakhlak dengan akhlak yang kuat kemudian berada di ambang kekalahan?

Pernahkah Anda lihat suatu masyarakat yang dihiasi dengan akhlak kemudian kerusakan menyerangnya? Demi Allah yang mengutus Rasulullah, jika hari ini kita memiliki akhlak itu dalam peperangan melawan Israel, maka kita akan mampu mengalahkan mereka sekejap mata. Kendati kita hanya memiliki separo persenjataan dan perlengkapan mereka.



Disarikan dari kitab “Ahkamu Shiyam wa Falsafatuhu fi Dhau’il Qur’an wa Sunna”, Dr. Mustafa As-Siba’i. Sumber: Suplemen Renungan Ramadhan ‘ Membina generasi Tangguh’ Majalah Sabili

Author : PercikanIman.ORG

No comments:

Post a Comment

Silahkan Masukkan Komentar Anda