Wednesday, September 30, 2009

ESENSI TAUHID


Media Ash-Shaffat
Edisi X 2009
ESENSI TAUHID

Memahami sisi penyimpangan manusia dari segi Aqidah

Oleh: H. Hading Wase, Lc, MA

“Dan atas Allah (hak) menerangkan jalan yang lurus, dan di antaranya ada jalan yang menyimpang. Dan jika Dia menghendaki tentu Dia (Allah) memberi petunjuk kepada kalian semua (ke jalan yang benar).” (Q.S. An-Nahl: 9)


Islam adalah agama yang memiliki konsep Ketuhanan yang paling benar, di mana tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Karena itu, Tauhid adalah meng -Esa- kan Tuhan, sebagai bentuk kesaksian bahwa Allah “Ahad” Yang Maha Tunggal menghidupkan manusia agar mereka hanya mengabdi kepada-Nya. Allah Yang Maha Memberi, satu-satunya tempat meminta pertolongan. Karena itu, meyakini ada kekuatan lain di samping kekuatan Allah tergolong kemusyrikan. Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan Dia (Allah), dan Dia mengampuni dosa selain syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisa: 116)

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah, membutuhkan bantuan pertolongan Allah dalam kehidupan ini. Tetapi di antaranya, ada orang-orang yang menempuh kesesatan meminta melalui perantara, misalnya; mendatangi paranormal (tukang ramal atau dukun santet), meminta berkah dan rezeki pada kuburan keramat, pohon angker atau percaya pada kekuatan batu mustika, membakar dupa di tempat tertentu, atau memasang jimat untuk kekuatan dan perlindungan, serta semacamnya.

Semua itu, apabila diyakini memang dapat membantu sekalipun melunturkan keyakinan kepada Allah Zat Yang Maha Menghidupkan manusia. Biasanya hal itu lebih cepat menolong keinginan-keinginan dan kepuasan seseorang; seperti mencelakakan orang lain dengan teluh atau santet, meminta limpahan rezeki, ketemu jodoh, panjang umur, terpelihara dan mendapatkan keselamatan hidup di dunia. Padahal, yang ditempati meminta itu bukanlah Yang Maha Menghidupkan. Adapun setiap makhluk hidup semuanya pasti akan mati dan sembahan berupa benda-benda mati suatu saat hancur, jadi tidak semestinya orang berharap sepenuhnya kepada makhluk diyakini akan memberi sarana kehidupan kekal dengan segala bentuk kebutuhan manusia. Justru sebenarnya yang ditempati meminta itu tidak dapat menolong dirinya sendiri dari teguran (turunnya azab) Allah di dunia dan lebih-lebih hukuman dari (balasan azab) Allah di akhirat kelak. Allah SWT memberikan tekanan dan teguran dalam Al-Qur’an:

“Katakanlah: ‘Siapakah Tuhan (Yang menciptakan) langit dan bumi?’. (mereka pasti) menjawab: ‘Allah’. Katakanlah: ‘Lalu mengapa kalian mengambil pelindung-pelindung selain Allah, yang tidak bisa menolong (memberi manfaat dan mudharat) bagi diri mereka sendiri?’. Katakanlah ‘adakah sama orang buta dan orang yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah (syirik) yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?’. Katakanlah: ‘Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Ar-Ra’d: 16)

Untuk itu, orang-orang yang mengambil pelindung atau perantara kepada makhluk, atau kepada benda-benda mati dalam pandangan Allah sama dengan orang yang buta atau seakan berada dalam kegelapan karena tidak memahami hakikat Sang Maha Pencipta Yang Maha Hidup, Maha Memberi, Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Maha Memaksa (Maha Perkasa).

Mereka dianggap buta karena tidak mendapatkan petunjuk atau hidayah, sehingga tersesat sejauh-jauhnya. Justru mereka diterangkan dalam Al-Qur’an semakin tetap bertahan memahami kesesatannya itu sebagai sesuatu yang benar, meskipun diberi peringatan. Allah SWT menjelaskan sanggahan orang-orang musyrik dengan Firman-Nya:

“Dan orang-orang musyrik berkata: ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia (Allah) baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya’. Demikianlah yang diperbuat oleh orang sebelum mereka. Bukankah kewajiban para Rasul hanya menyampaikan (amanah Allah) dengan jelas.” (Q.S. An-Nahl: 35)

Begitulah pentingnya memelihara Tauhid, dengan meng–Esa-kan Allah. Menyakini kekuasaan-Nya yang meliputi segala sesuatu. Termasuk memberikan keselamatan kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh, serta memberikan teguran kepada mereka yang telah menyimpang dari jalan yang benar. Allah menegaskan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya mereka mendapati nenek moyang (leluhur) mereka dalam keadaan sesat. Lalu mereka tergesa-gesa mengikuti jejak (leluhur) mereka.” (Q.S. Ash-Shaffat: 69-70)

Terjadinya banyak musibah dan bencana saat ini seperti; tsunami di Aceh dan di Pangandaran, begitu pula terjadinya gempa bumi di beberapa tempat dan wilayah, adanya banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan pemukiman, dan begitu pula bencana lumpur gas Lapindo Sidoarjo di Jawa Timur. Tentu tak bisa dilepaskan dengan prilaku manusia yang tinggal di tempat itu.

Bayangkan keingkaran mereka yang semakin jauh dari petunjuk Allah SWT bahkan sebagian besar di antaranya, tidak lagi mengindahkan sujud (shalat) serta terbuai dengan prilaku pemujaan kepada nafsu syahwat dan angkara murka. Tidak kurang pula mereka mengemas secara terselubung tradisi persembahan sesajian yang diperuntukkan kepada arwah (roh orang mati) atau kepada selain Allah (yakni buat persembahan kepada jin/syetan); seperti menyerahkan sesajian sebelum turun melaut utamanya bagi para nelayan yang diperuntukkan kepada Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan di wilayah pesisir Pangandaran Jawa Barat dan sepanjang wilayah laut selatan.
Pemujaan pesugihan di sekitar gunung-gunung angker seperti di kaki bukit gunung Kawi, Jawa Timur. Demi mendapatkan kekayaan, sebagian rela menjadi babi ngepet, atau meminta berkah kepada kuburan orang-orang shaleh (wali), menjadikan klenik atau ilmu santet sebagai penyelesaian masalah serta berbagai penyimpangan lainnya di tempat-tempat rawan bencana. Prilaku seperti itu, bisa saja mempercepat turunnya bala’ dan bencana yang bertubi-tubi. Allah SWT berfirman:

“Kemudian apabila Dia (Allah) telah menghilangkan bencana dari kalian, malah sebagian kalian mempersekutukan kembali Tuhan dengan yang lain (musyrik).” (QS. An-Nahl: 54)

Betapa pun masalahnya bencana yang telah menimpa berbagai wilayah belakangan ini, bisa merupakan ujian atau teguran Allah, itu akan menimpa dan mebinasakan suatu tempat, ketika kemusyrikan sudah merajalela dilakukan mayoritas penduduk suatu tempat atau bangsa. Kesempatan masih terbuka buat kita semua, untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Allah memberikan jaminan perlindungan azab kepada kaum yang beriman dan beramal shaleh, selama mereka tetap berbuat kebaikan sebagaimana ditekankan dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya:

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan suatu negeri secara zalim, sedangkan penduduknya (termasuk) orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud: 117)

“Sesungguhnya rahmat Allah itu, sangat dekat kepada orang-orang yang melakukan kebaikan.” (QS. Al-A’raf: 56)

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan dalil-dalil Al-Qur’an yang telah diuraikan di atas, selayaknya kita membersihkan aqidah dari penyimpangan (syirik) menuju kepada aqidah yang benar (tauhid), sehingga penyembahan kita kepada Allah tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah menangguhkan muka-Nya, melapangkan hidayah-Nya, untuk memelihara ibadah dengan berbagai amal kebaikan, sehingga rahmat Allah akan senantiasa tercurah, Insya Allah. Barangkali upaya inilah merupakan jalan terbaik bagi kita semua untuk dapat selamat dari berbagai macam musibah dan bencana, serta teguran Allah lainnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Masukkan Komentar Anda